Jurnal Mitigasi - Litigasi Supervisi Sosial dan Politik - Kolom ini hadir sebagai ruang refleksi atas dinamika demokrasi Indonesia pasca-Reformasi, ketika masyarakat sipil terus mencari cara untuk menegakkan kontrol terhadap negara. -Mitigasi - dipahami sebagai upaya pencegahan konflik sosial dan politik, sementara - Litigasi - merujuk pada proses penegakan hukum serta penyelesaian sengketa yang lahir dari ketegangan sipil-militer maupun antar-aktor politik. Melalui perspektif supervisi sosial, kolom ini menyoroti bagaimana lembaga non-pemerintah, media, serta komunitas akademik berperan sebagai pengawas kritis. Tujuannya jelas: memastikan demokrasi tidak hanya menjadi prosedur elektoral, tetapi juga praktik yang berpihak pada keadilan sosial. Dalam lingkup politik, kolom ini mengurai fenomena - grey area - purnawirawan militer, problem akuntabilitas hukum, hingga dilema skeptisisme publik terhadap institusi negara. Semua dibaca bukan semata dari sisi hukum formal, melainkan juga sebagai gejala sosiologis yang memengaruhi hubungan kekuasaan dan kepercayaan publik. Jurnal Mitigasi - Litigasi Supervisi Sosial dan Politik - bukan hanya catatan akademik, melainkan juga ajakan untuk terus mengawal reformasi. Bahwa demokrasi sejati hanya dapat tumbuh bila ada keseimbangan antara negara yang berkuasa dan masyarakat yang berdaya mengawasi.

Dalil Politik Rocky Gerung Pasca Jokowi

7 jam lalu
Bagikan Artikel Ini
img-content
Rocky Gerung
Iklan

Rocky meniru prinsip klasik Fabianisme: menunggu momen yang strategis agar setiap langkah memberi keuntungan maksimal.

 

Menunggu Saat yang Tepat

Dalam politik Indonesia, tidak semua kritik harus dilontarkan segera. Rocky Gerung, intelektual publik yang kerap menjadi sorotan, tampaknya memahami hal ini dengan baik. Ia menunda kritik terhadap Prabowo, dan langkah ini bukan tanda diam atau netralitas, melainkan strategi yang cermat.

Menunda kritik memberi dua keuntungan. Pertama, kata-kata yang disampaikan pada waktu yang tepat memiliki dampak lebih besar. Kedua, menahan serangan memungkinkan pengamat tetap menjaga jarak dari risiko politik langsung.

Rocky meniru prinsip klasik Fabianisme, yakni menunggu momen yang strategis agar setiap langkah memberi keuntungan maksimal, bukan sekadar reaksi emosional. Selain menunda kritik, ada elemen “mendomplang kekuasaan.” Rocky memanfaatkan ruang opini publik untuk tetap berpengaruh tanpa harus masuk arena kekuasaan secara resmi. Ia memilih posisi yang aman, namun tetap mengarahkan persepsi publik, sehingga pengaruhnya terasa tanpa harus terlibat dalam konfrontasi terbuka.

Pasca era Jokowi, politik Indonesia mengalami pergeseran. Dinamika kekuasaan baru muncul, dan setiap kata dari intelektual publik bisa menjadi alat negosiasi halus. Dalam konteks ini, strategi Rocky bukan hanya soal menahan diri, tetapi juga mengelola momentum politik dengan cerdas. Kritik yang tertunda bukan kelemahan, tetapi instrumen untuk memastikan resonansi yang lebih besar dan risiko yang lebih kecil.

Dalil politik Rocky Gerung mengingatkan kita bahwa dalam politik timing atau waktu yang tepat sama pentingnya dengan pesan itu sendiri. Kritik yang terlalu cepat bisa memecah perhatian publik, sementara kritik yang disampaikan dengan waktu yang tepat bisa mengguncang opini dan mempengaruhi arah wacana. Strategi ini menunjukkan bahwa menunda adalah bentuk seni dan kontrol, sebuah cara mengayun pengaruh tanpa kehilangan kredibilitas.

Dalam dunia di mana setiap kata dapat menjadi senjata atau bumerang, Rocky menunjukkan bahwa kekuatan intelektual modern terletak pada kemampuan mengatur waktu, dan bukan sekadar mengucapkan kata-kata.


Strategi ini merupakan suatu indikasi yang terlihat sebagai resonansi lebih besar daripada serangan frontal yang terburu-buru. Sepeerti yang telah ditulis di atas, bahwa, pasca era Jokowi, politik Indonesia memasuki fase baru. Dinamika kekuasaan bergeser, dan setiap komentar menjadi alat negosiasi halus.

Dalam konteks ini, menahan serangan balik bukan hanya soal bertahan, tetapi soal mengelola pengaruh secara strategis. Rocky menunjukkan bahwa intelektual modern tidak hanya berbicara, tetapi juga menimbang waktu dan dampak. Bahwa, seperti, di dalam politik, dimana saja, dan seperti dalam musik, ritme dan timing sama pentingnya dengan nada dan kata.

Kritik yang terlalu cepat bisa memecah suara, kritik yang tertunda dengan tepat bisa menggema. Penundaan adalah seni, strategi, dan alat kontrol—aroma dalil sosialis yang menyebar perlahan, melewati batas ideologi, dan menembus wacana publik.

Sementara, kita menunggu apakah penundaan musik ini suatu yang menghasilkan aspirasi baru yang baik untuk keseluruhan rakyat, atau nada sumbang dan distorsi konflik kekuasaan yang telah semakin terlihat terjadi sebagai suatu realitas di lapangan sejak 25 Agustus 2025. (awe).

 


 

Bagikan Artikel Ini
img-content
Jurnal Mitigasi Litigasi - Supervisi Sosial Dan Politik

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler